Hari ini : Selasa, 22 April 2025
Kamis, 12 Desember 2024

Disebut Sebagai Bos Dalam Kasus Penangkapan 10 Penambang Emas di Selimbau, Rahman dan Suryadi Berikan Klarifikasi 

Sepuluh terdakwa kasus pertambangan emas illegal di Selimbau saat menjalani persidangan
Sepuluh terdakwa kasus pertambangan emas illegal di Selimbau saat menjalani persidangan
Sepuluh terdakwa kasus pertambangan emas illegal di Selimbau saat menjalani persidangan
Sepuluh terdakwa kasus pertambangan emas illegal di Selimbau saat menjalani persidangan

JurnalisKapuasHulu.com – Rahman dan Suryadi yang disebut-sebut sebagai bos atau pemilik alat dalam kegiatan PETI di Desa Gudang Hilir Kecamatan Selimbau yang menyebabkan 10 penambang emas illegal ditangkap Polres Kapuas Hulu pada 8 Oktober 2024 lalu akhirnya memberikan klarifikasinya.

Mereka berdua pun tidak terima jika namanya dikaitkan dalam perkara ini oleh keluarga 10 penambang emas illegal.

Rahman yang namanya disebut keluarga terdakwa sebagai pemilik alat PETI menyampaikan, bahwa dirinya juga sudah pernah dipanggil ke Polres Kapuas Hulu untuk dimintai keterangan.

“Jadi saat di Polres Kapuas Hulu itu kita berhadapan juga dengan para pelaku yang ditangkap saat itu. Jadi sudah saya jelaskan semuanya kepada polisi dan alat PETI itu bukan milik saya lagi tapi milik Haidir alias Muntai sehingga masalah itu pun selesai di kepolisian,” katanya saat dihubungi via telepon, Kamis (12/12/2024).

Rahman menceritakan memang awalnya alat yang digunakan oleh Muntai bersama teman-temannya itu adalah miliknya, namun karena dirinya terlilit hutang membuat alat tersebut pun dijual kepada Muntai.

“Jadi waktu itu si Muntai itu ingin bekerja, saya sarankan untuk membeli alat saya saja dengan cara membayar hutangnya kepada orang lain,” ujarnya.

Rahman mengatakan, di lokasi PETI di Desa Gudang Hilir Selimbau itu, nama Muntai tidak diterima oleh orang kecamatan untuk bekerja, sehingga namanya lah digunakan dalam lokasi PETI tersebut, namun yang bekerja dan memiliki alat tersebut adalah Muntai.

“Itukan strategi kami dilapangan agar tetap bisa bekerja,” ucapnya.

Rahman pun cukup kecewa juga ketika keluarga terdakwa menyebut namanya sebagai pemilik alat atau bos, padahal kan tidak.

“Selama Muntai ditahan polisi, kami ini selalu bantu ekonomi keluarganya. Karena selama ditahan di Polres Kapuas Hulu si Muntai selalu mengeluh. Jadi Muntai ini bukanlah orang lain bagi saya, tapi masih keluaga,” jelasnya.

Rahman mengatakan, dalam kasus ini tidak ada yang namanya bos, karena alat yang ada itu belinya dengan orang lain, minyak juga beli dengan orang lain, begitu juga dengan emas yang didapat, dipastikan dijual ke orang lain.

“Jadi saya bingung juga jika saya disebut sebagai bosnya,” ucapnya.

Sementara Suryadi yang juga disebut namanya sebagai pemilik alat PETI atau bos menyampaikan, bahwa dirinya juga sudah menjalani pemeriksaan saat di Polres Kapuas Hulu.

Ia mengakui bahwa memang dirinya yang memiliki alat PETI yang dijalankan oleh salah satu terdakwa Palentino.

“Jadi saya itukan tidak ikut bekerja, tapi yang memimpin dilapangan itukan Palentino dan kita berikan persenan sesuai dengan perjanjian. Sehingga saya tidak ikut campur juga apa yang terjadi dilapangan,” ujarnya.

Suryadi mengaku tidak terima juga dalam masalah ini namanya dikaitkan dan disebut oleh pihak keluarga terdakwa, sementara dirinya juga sudah banyak membantu keluarga terdakwa.

“Dalam hal ini saya juga sudah bertanggungjawab membantu ongkos dan lainnya bahkan saya sudah berupaya bagaimana mereka tersebut bisa bebas dengan menyiapkan pengacara untuk mendampingi mereka saat di Polres Kapuas Hulu, namun saya juga kurang paham kenapa kasus mereka sampai disidangkan ke Pengadilan,” jelasnya.

Berita sebelumnya ada 10 penambang emas illegal yang ditangkap polisi pada 8 Oktober 2024 lalu sudah yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Putussibau.

10 penambang illegal tersebut  yakni Palentino, Tomy, Rido Kholik, Andri Pujianto, Andri, Sopian, Haidir, Satoni, Dendi Irawan dan Suhada.

Namun dari para keluarga terdakwa sebelumnya tidak terima keluarganya ditangkap oleh pihak kepolisian, karena mereka hanya dianggap sebagai pekerja, tetapi bukan sebagai pemilik alat atau bos. Sementara pemilik alat dalam kasus keluarganya ini tidak ditangkap polisi. (Opik)

 

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Berita Populer

Go toTop