
JurnalisKapuasHulu.com – Masalah sengketa tanah di Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara antara Nuri Widiastuti berlawanan dengan Abang Sarpini dan ikut tergugat Kantor Pertanahan Kapuas Hulu saat ini masih dalam proses Pengadilan Negeri Putussibau.
Abang Sarpini selaku tergugat menyampaikan, bagaimana dirinya bisa membeli tanah yang diklaim oleh Nuri Widiastuti selaku penggugat yang merupakan anak almarhum Wagiyo.
“Jadi saya beli tanah itu dari Jeranding anak dari Antonius Jugah yang merupakan pemilik tanah pertama pada tahun 2022 lalu. Waktu itu saya minta bagi tanah dengan Jeranding, karena rumahnya sebelumnya berada di pantai Sibau Hilir mengalami longsor,” katanya, Kamis (19/6).
Abang Sarpini menceritakan, saat itu dirinya membeli tanah dengan Jeranding luasnya 13×20 meter persegi dengan harga Rp14 juta. Dengan bukti surat jual beli saja. Namun dirinya tidak pernah melihat sertifikat, namun dari pengakuan dari Jeranding sertifikat induk tanah tersebut ada.
“Kemudian pada tahun 2023, kami mulai membangun rumah. Tetapi saat membangun rumah itu, kami ditegur oleh penggugat Nuri Widiastuti yang mengklaim mereka sebagai pemilik tanah. Sehingga mereka melarang kami membangun rumah,” ujarnya.
Lanjut Abang Sarpini, karena ada teguran dan larangan itu, keluarganya melaporkan hal ini ke Jeranding. Dari laporan ini, dari Jeranding tetap menyuruh dirinya untuk membangun rumah agar tidak takut, soalnya pemilik tanah ini bukan milik Nuri Widiastuti.
“Inilah yang membuat kami tetap bertahan membangun rumah saat itu,” tuturnya . .
Abang Sarpini mengaku tidak tahu jika tanah yang ditempati ini teryata sudah ada lagi sertifikat atasnama almarhum Wagiyo ayah dari Nuri Widiastuti.
“Saya hanya tahunya, tanah yang saya beli ini ada sertifikatnya di tangan Jeranding atasnama Antonius Jugah. Jika ada sertifikat lagi ditanah ini atas nama almarhum Wagiyo, kami benar-benar tidak tahu,” ujarnya.
Abang Sarpini pun mengatakan, tentu dirinya tidak akan berani membeli tanah yang ditempati saat ini jika ada dua sertifikat yang muncul.
“Akibat persoalan ini, saya juga sudah diperiksa sama polisi,” tuturnya.
Untuk menyelesaikan masalah ini kata Abang Sarpini, sudah dilakukan beberapa kali mediasi di desa, bahkan mediasi juga dilakukan di Pengadilan.
“Mediasi ini tidak ada titik temu. Namun yang jelas kami membeli tanah itu dengan Jeranding yang juga memiliki sertifikat induk,” ungkapnya.
Lanjut Abang Sarpini, jika didalam proses pengadilan nanti dirinya kalah dan akhirnya rumahnya dieksekusi oleh negara, maka dirinya tentu akan menuntut ganti rugi juga kepada Jeranding yang sudah menjual tanah tersebut kepada dirinya.
“Kita minta tanggungjawab dari Jeranding. Tapi sebelumnya kami bersama Jeranding sudah berkomunikasi soal ini. Tapi dari beliau minta kita jangan khawatir, karena tanah itu milik mereka,” ungkapnya.
Sementara Lorina Tutu Istri Antonius Jugah yang mengaku pemilik tanah yang ditempati oleh Abang Sarpini menjelaskan duduk perkara persoalan tanah yang diklaim oleh keluarga almarhum Wagiyo.
“Jadi almarhum Wagiyo ini sudah kita anggap sebagai anak. Jadi dulu almarhum Wagiyo ini minta bagi tanah ke suaminya Antonius Jugah. Jadi saat itu diberikanlah tanah untuk dia dengan ukuran 20×10 meter persegi, bukan 1.080 meter persegi seperti yang mereka klaim. Tanah yang diberikan saat itu hanya sebatas untuk buat pondok (rumah),” ujarnya.
Namun dalam perjalanan, ternyata tanah yang diberikan kepada almarhum Wagiyo itu sudah dijual oleh anak almarhum dan dari anak almarhum Wagiyo ada memberikan uang sedikit kepada dirinya. Namun dirinya sempat bertanya kenapa tanah pemberian dari suaminya tersebut dijual lagi.
“Namun alasan mereka menjual tanah tersebut untuk ongkos ayahnya ke Pontianak,” tuturnya.
Lorina pun mengaku bingung dan heran kenapa tanah yang dijualnya kepada Abang Sarpini saat ini justru muncul sertifikat lain, sementara dirinya dan suami tidak pernah merasa menjual tanah tersebut.
“Darimana asal tanah kami itu muncul sertifikat atas nama almarhum Wagiyo,” tuturnya.
Sementara Jeranding anak Antonius Jugah membenarkan bahwa Abang Sarpini pernah datang kerumahnya untuk membeli tanah yang mereka tempati saat ini.
“Pada tahun 2022, Abang Sarpini itu minta tolong kepada saya minta bagi tanah karena rumahnya sudah terkena longsor. Kita jualah tanah yang diklaim penggugat itu kepada Abang Sarpini lagipula kami masih ada hubungan keluarga,” ujarnya.
Jeranding mengatakan, karena ada hubungan keluarga dijuallah tanah tersebut dengan ukuran 13×20 meter persegi dengan harga Rp14 juta.
“Tahun 2023, Abang Sarpini membangun rumah. Tak lama membangun, datang dari keluarga almarhum Wagiyo yang mengklaim tanah tersebut. Seharusnya mereka itu datang ke saya karena Abang Sarpini sudah mengakui membeli tanah tersebut dari saya,” ujarnya.
Jeranding juga mengaku kaget ada perebutan tanah di lahan yang sudah dijualnya ke Abang Sarpini, sehingga dirinya sempat dilaporkan oleh anak almarhum Wagiyo juga kepada pihak kepolisian.
“Saya bersama Abang Sarpini ini sempat dipanggil polisi untuk dimintai keterangan,” ujarnya.
Jeranding menegaskan, bahwa tanah yang dijualnya ke Abang Sarpini ini ada sertifikatnya. Dirinya juga mengaku bingung bagaimana almarhum Wagiyo itu juga memiliki sertifikat ditanah mereka.
Dirinya pun bercerita, jika dulu almarhum Wagiyo meminta tanah kepada orangtuanya, tidak ada jual beli saat itu. Orangtuanya benar-benar memberikan tanah kepada almarhum Wagiyo saat itu.
Maka jika dari pihak penggugat itu merasa melakukan jual beli tanah itu kepada orangtuanya, dirinya meminta ditunjukkan mana buktinya.
“Adakah orang tua saya bertandatangan disitu, surat jual belinya mana dan apakah desa juga mengetahui jual beli antara ayahnya dan almarhum Wagiyo,” ujarnya.
Jeranding mengatakan, jika pihak penggugat masih ngotot jika tanah tersebut milik mereka, mau tak mau orangtuanya akan menarik kembali pemberian tanah yang sudah diberikan kepada almarhum Wagiyo.
“Kami juga kecewa dengan sikap anak almarhum Wagiyo seperti ini. Sementara ayahnya sangat baik,” ucapnya.
Jeranding mengatakan, sebelum masalah ini masuk proses pengadilan, memang ada proses mediasi yang dilakukan, namun sayangnya mediasi tersebut tidak melibatkan dirinya.
“Kenapa saat mediasi di pengadilan saya tidak dipanggil. Biar saya bisa jelaskan semuanya,”
Jeranding juga heran bagaimana dari pihak penggugat itu bisa memiliki sertifikat di tanahnya, sementara tidak pernah dilakukan pengukuran sebelum sertifikat mereka itu muncul.
“Padahal dulu itu ayah saya iklas memberikan tanah kepada almarhum Wagiyo.
Dirinya pun berharap sebelum masalah tanah ini diputus oleh Pengadilan, masalah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan. “Kami keluarga sudah iklas jika tanah yang kami berikan sebelumnya kepada almarhum Wagiyo itu sudah terjual. Tapi janganlah merembet lagi ke tanah – tanah yang lain seperti tanah Abang Sarpini ini,” harapnya.
Sementara Antonius Marno Kepala Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara menyampaikan, bahwa dirinya sebagai Kades tidak pernah mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) di tanah yang ditempati Abang Sarpini.
“Tapi saya ada buat surat keterangan jual beli antara Abang Sarpini dengan pemilik tanah Jeranding. Itupun atas permintaan dari kedua belah pihak. Itupun hanya sebatas mengetahui. Saya lupa berapa jual beli tanah itu,” katanya.
Terhadap persoalan ini, dirinya berharap jangan sampai terjadi eksekusi.
“Kita harapkan antara penggugat dan tergugat ini kembali bermediasi. Kemarin memang sudah dilakukan mediasi berkali-kali tapi kedua belah pihak tetap bertahan dengan argumennya masing-masing,” pungkasnya. (Opik)