Hari ini : Kamis, 28 Agustus 2025
Kamis, 28 Agustus 2025

Jaksa Penuntut Umum Tolak Pleidoi Empat Terdakwa Kasus Sabu 20 Kilogram, Minta Hakim Tetap Vonis Mati

Empat terdakwa kasus Sabu 20 Kilogram saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Putussibau
Empat terdakwa kasus Sabu 20 Kilogram saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Putussibau

JurnalisKapuasHulu.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kapuas Hulu menolak seluruh nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan terdakwa kasus sabu 20 kilogram.

Sidang lanjutan kasus dugaan kepemilikan narkoba dengan terdakwa Hendrikus Nyangga (42) Florianus Efenrik (37), Patius Tino (32) dan Janting (34) tersebut dipimpin langsung oleh Jhon Malvino Seda Noa Wea yang dihadiri JPU Kejari Kapuas Hulu Simon Ginting dan Penasehat Hukum terdakwa Fian Welly, Kamis (28/8).

Dalam persidangan tersebut, JPU membacakan replik sebagai tanggapan atas pembelaan dari terdakwa dan kuasa hukumnya.

Dalam agenda kali ini, JPU secara tegas menolak seluruh isi pledoi atau nota pembelaan yang sebelumnya disampaikan oleh para terdakwa dan kuasa hukumnya Fian Welly.

“Memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memutuskan tetap pada surat tuntutan yang kami bacakan sebelumnya,” kata Simon JPU Kejari Kapuas Hulu.

Sebelumnya empat tersebut dituntut mati oleh JPU, dimana empat terdakwa tersebut bersalah melanggar Pasal 114 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Sementara Jhon Malvino Seda Noa Wea Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut menyampaikan, untuk selanjutnya perkara ini agendanya pembacaan putusan pada 11 September 2025.

“Pembacaan putusan nanti kita lihat dan pertimbangan sesuai fakta persidangan. Tentunya sebelum menentukan putusan kepada 4 terdakwa ini akan kami pertimbangkan semua aspek,” ujarnya.

Sebelumnya Penasehat Hukum para terdakwa Fian Willy menyampaikan pledoinya, dimana pihaknya tidak sependapat jika empat terdakwa ini dikenakan pidana mati dengan alasan antara lain yakni pertama apabila dilihat dari delik atau pidana yang dilakukan terdakwa jelas bahwa terdakwa hanya berperan membawa atau mengangkut narkotika yang jumlah lebih dari 5 gram.

Menurutnya, perbuatan tersebut lebih tepat dan masuk dalam rumusan delik pasal 115 ayat 2 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yaitu tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mengtransito narkotika golongan 1, serta di persidangan tidak terbukti dan ada kaitannya terdakwa dengan melakukan delik menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1 sebagaimana dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum.

“Penafsiran kami bukanlah bermaksud untuk melemahkan surat dakwaan dan surat tuntutan JPU. Karena bagaimanapun tindak pidana tersebut benar telah terjadi. Maka kami berharap, majelis hakim secara kewenangan dapat memutus perkara ini sesuai dengan surat dakwaan. Tetapi dapat menyimpang ketentuan pidana dengan membuat pertimbangan hukum yang cukup,” katanya.

Kemudian alasan kedua kata Fian, bahwa JPU dalam surat tuntutannya tidak sedikitpun mempertimbangkan keadaan atau faktor sosiologis yuridis, dimana adapun alasan mengapa terdakwa ini mau melakukan perbuatanya tersebut dikarenakan dijanjikan upah yang besar secara faktor manusiawi dan ekonomi.

“Siapa yang tidak tergiur untuk melakukan perbuatan tersebut apabila dijanjikan dengan upah yang besar. Apalagi sekarang para terdakwa kondisi ekonomi lagi sulit dan tanpa berfikir panjang melakukan terhadap akibat dalam melakukan perbuatannya,” ujar Fian.

Alasan ketiga, bahwa dari fakta-fakta hukum yang terbukti dalam persidangan, di mana terdakwa sudah berterus terang mengakui kesalahan dan menyadari kesalahannya serta sangat menyesali perbuatannya. Serta tentang lamanya hukuman dituntut oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa tidak mencerminkan rasa keadilan.

Kemudian alasan keempat ialah bahwa terhadap pidana mati terdakwa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum memang dalam hukum positif negara Indonesia masih menganut atau mengenal pidana mati, tetapi pertanyaannya apakah dengan mempidanakan mati terdakwa kejahatan narkotika juga akan mati atau hilang, terlebih lagi ketika melihat perkara ini sesungguhnya apa yang dilakukan oleh terdakwa hanyalah sebagai kurir dan korban korban pelaku yang dilakukan oleh warga negara lain.

“Maka terhadap tuntutan pidana mati tersebut terlalu sadis dan kejam serta pertentangan dengan nilai hak asasi manusia,” jelas Fian.

Maka dari itu Fian berharap kepada majelis hakim, agar dapat menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa dengan seringan-ringannya. Paling tidak lebih ringan dari tuntutan jaksa.

“Para terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya. Para terdakwa sebagai tulang punggung keluarga dan para terdakwa juga sudah menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi perbuatannya,” pungkasnya.

Sidang dengan nomor perkara 50/Pid.Sus/2025/PN Pts ini akan dilanjut pada 11 September 2025 dengan agenda pembacaan putusan dari Majelis Hakim. (Opik)

 

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Berita Populer

Go toTop