
JurnalisKapuasHulu.com – Masyarakat Adat Dayak Taman Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara menggelar ritual adat keselamatan Banua Sio di lokasi hutan adat yang digarap PT Borneo International Anugerah (BIA), Rabu (18/6).
Ritual adat yang ditandai dengan pemasangan Entalayong dan pemotongan babi tersebut dihadiri Ketua Tim Bala Benua, Temenggung, Tokoh Adat, Kepala Desa, masyarakat setempat serta perwakilan perusahaan.
Simon Petrus Ketua Tim Bala Benua Desa Sibau Hilir menyampaikan, hari ini pihaknya melakukan ritual adat keselamatan terhadap Hutan Adat yang digarap oleh PT BIA sesuai kesepakatan yang dibuat sebelumnya.
“Perlu diketahui bahwa ritual adat ini bukanlah ritual masalah jalan, bukan masalah batas. Ini adalah masalah hutan adat kita yang digarap oleh PT BIA tanpa izin dari warga,” katanya.
Takutnya kata Simon, sesuai adat dan tradisi, apa yang dilakukan perusahaan tanpa pamit dan permisi itu terjadi hal-hal yang tak diinginkan baik kepada masyarakat, pemilik wilayah maupun orang-orang yang bekerja sehingga dilakukanlah ritual adat ini.
“Ritual yang kita lakukan ini untuk meminta keselamatan kepada masyarakat adat maupun kepada orang-orang yang bekerja,” ujarnya.
Selain itu setelah dilakukan ritual adat ini kata Simon, diharapkan dapat diberikan hal-hal yang baik.
Simon menjelaskan, ritual adat yang dilakukan ini ada prosesnya yang dimulai dari pemasangan Entalayong hingga pemotongan tiga ekor babi.
“Karena kita sudah melakukan ritual adat hari ini dimohon selama 3 hari jangan dulu melakukan aktivitas kegiatan, baik itu dari perusahaan maupun masyarakat. Karena dalam ritual ini yang kita panggil ini adalah roh-roh leluhur, takutnya ketika kita melakukan kegiatan terjadi hl-hal yang tak diinginkan. Jika ada yang melanggar dan terjadi sesuatu kami tidak bertanggung jawab,” ujar Simon
Lanjut Simon, setelah dilakukan ritual adat ini, untuk tahap selanjutnya dalam penyelesaian masalah hutan adat antara PT BIA dan masyarakat ini, maka akan diadakan pertemuan kembali dengan perusahaan pada tanggal 20 Juni 2025.
“Tanggal 20 Juni itu untuk penyelesaian bagaimana tanggung jawab perusahaan menanggapi tuntutan dari masyarakat,” ujarnya.
Simon pun berharap kepada perusahaan agar bersedia menerima sanksi adat yang sudah disepakati sebesar Rp2 miliar tersebut.
“Jujur saja, sanksi adat itu sangatlah kecil, maka dari itu perusahaan kita harapkan tidak ada lagi tawar menawar terhadap tuntutan masyarakat sehingga masalah ini pun cepat selesai,” harapnya.
Simon pun menegaskan, setelah sanksi-sanksi adat ini dipenuhi pihak perusahaan, bukan berarti hak ulayat adat di Sibau Hilir yang digarap itu milik perusahaan.
“Hutan adat yang digarap PT BIA itu tetap hak milik hak adat desa Taman Sibau Hilir. Termasuklah yang dianggap HGU. Karena kami suku Dayak Taman Desa Sibau Hilir tidak menerima sawit otomatis kami tidak menerima HGU. Kalau pun ada desa-desa tetangga mengizinkan maka disitulah mereka berurusan. Kami mohon kepada perusahaan kembalikan status tanah kami menjadi tanah adat,” tegasnya.
Kemudian kata Simon, setelah selesai masalah ritual adat, untuk wilayah tanah adat yang digarap perusahaan, tentunya ada yang berstatus Sertifikat Hak Milik, SKT dan lainnya maka masih perlu adanya penyelesaian.
“Mudah-mudahan perusahaan bisa bernegosiasi dengan baik kepada pemilik tanah karena kita antisipasi juga masyarakat yang bertindak sendiri,” jelasnya.
Simon menegaskan, masyarakat Desa Sibau Hilir bukannya tidak mendukung adanya perusahaan sawit diwilayahnya, justru masyarakat ingin bekerjasama dengan perusahaan bagaimana lahan mereka bisa digunakan dengan baik, tetapi harus sesuai aturan.
“Jika perusahaan datangnya dengan baik-baik, tentunya masyarakat menerima dengan baik juga. Tinggal bagaimana sistemnya bisa dibicarakan. Yang penting masyarakat tidak mau ditipu,” jelasnya.
Sementara Antonius Marno Kepala Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara menyampaikan, setelah tahapan ritual adat ini selesai, maka masyarakat dengan perusahaan akan kembali bertemu pada tanggal 20 Juni 2025 untuk menyelesaikan sanksi adat lainnya yang sesuai dengan tuntutan masyarakat sebelumnya.
“Kita akan dengar nanti tuntutan masyarakat kepada PT BIA itu dipenuhi atau tidak. Saya harap tidak ada negosiasi lagi dari perusahaan terhadap tuntutan kita, lagipula tuntutan masyarakat itu jumlah kecil,” pungkasnya.
Perlu diketahui, sebelumnya dari PT BIA sudah mengakui kesalahannya di hadapan masyarakat Desa Sibau Hilir didalam pertemuan beberapa waktu yang lalu. Dimana seluas 320 hektar hutan adat yang digarap mereka, sementara hutan adat yang benar – benar dikelola kurang lebih 93 hektare. (Opik)