
JurnalisKapuasHulu.com – Tak adanya kejelasan terhadap tuntutan sanksi adat yang diberikan masyarakat Desa Sibau Hilir kepada perusahaan perkebunan PT Borneo International Anugerah (BIA) yang sudah melakukan pelanggaran adat berupa penggarapan hutan adat di Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu beberapa waktu yang lalu.
Masyarakat Adat Dayak Taman Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu menutup akses jalan perusahaan perkebunan PT BIA. Keputusan penutupan akses jalan perusahaan ini dilakukan setelah diadakannya pertemuan antara PT BIA dan masyarakat adat Desa Sibau Hilir di kantor desa, Jumat (20/6).
Simon Petrus Ketua Tim Bala Benua Desa Sibau Hilir menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak perusahaan PT BIA, dimana seharusnya pada pertemuan hari ini diselesaikannya seluruh sanksi adat yang diberikan kepada perusahaan sebesar Rp2 miliar.
“Jelas kami kecewa dengan PT BIA, alasan perusahaan belum bisa memenuhi tuntutan masyarakat karena belum adanya keputusan dari manajemen pusat,” katanya.
Simon menjelaskan, dari pertemuan hari ini dengan perusahaan, meskipun pihak perusahaan belum bisa memenuhi tuntutan masyarakat, kemudian masyarakat melakukan penutupan akses jalan perusahaan, bukan berarti sanksi adat yang diberikan tersebut tidak mereka penuhi.
Justru didalam pertemuan ini, pihak perusahaan dan masyarakat sepakat membuat pernyataan terkait penyelesaian masalah sanksi pelanggaran adat ini.
“Ada lima poin peryataan yang dibuat perusahaan PT BIA dengan masyarakat adat,” tuturnya.
Simon menjelaskan, lima poin peryataan yang sudah disepakati bersama dalam pertemuan antara perusahaan dan masyarakat adat yakni pertama, pihak PT BIA menyatakan bahwa tuntutan masyarakat sebesar Rp2 miliar akan dibayarkan paling lambat 25 Juni 2025 bertempat di kantor desa. Sebelum dilunasi, maka pihak PT BIA mempersilahkan masyarakat Desa Sibau Hilir untuk menutup akses jalan maupun lahan yang telah digarap PT BIA.
“Kedua, PT BIA tidak akan melaksanakan aktivitas apa pun di wilayah adat Desa Sibau Hilir sampai ada penyelesaian sebagaimana bunyi pernyataan di poin pertama,” ujar Simon.
Kemudian, ketiga kata Simon, PT BIA beserta karyawannya tidak akan melewati akses jalan menuju PT BIA yang ada di wilayah Desa Sibau Hilir. Kemudian poin keempat, PT BIA akan mencabut plang yang terpasang di wilayah Desa Sibau Hilir sejak surat peryataan ini ditandatangani.
“Terakhir, barang siapa merusak atau membongkar akses jalan yang sudah ditutup oleh Desa Sibau Hilir akan dikenakan sanksi adat,” tegasnya.
Simon juga mengingatkan kepada pihak perusahaan, jangan sampai ketika masyarakat melakukan penutupan akses jalan ini, justru dibenturkan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) karena penutupan yang dilakukan ini sudah diizinkan dari pihak perusahaan.
“Selain itu kami juga berharap pada tanggal 25 Juni 2025 nanti, pihak perusahaan dapat memenuhi tuntutan adat yang sudah diberikan. Jika tidak maka kita akan tolak PT BIA beroperasi di Desa Sibau Hilir dan silakan cari lokasi lain,” ungkapnya.
Sementara Antonius Marno Kepala Desa Sibau Hilir Kecamatan Putussibau Utara mengaku kecewa dengan PT BIA belum bisa memenuhi tuntutan masyarakat.
“Kita sangat kecewa sekali dengan PT BIA belum bisa memenuhi tuntutan masyarakat dengan alasan manajemen perusahaan di pusat tidak ada respon. Sementara kita sudah memberikan waktu kepada mereka untuk menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.
Selain itu kata Kades, apa yang dilakukan oleh PT BIA seperti berupaya untuk membenturkan masyarakat dengan aparat penegak hukum.
“Tapi masyarakat kita juga selama ini tidak pernah anarkis untuk menuntut hak-haknya kepada perusahaan,” ucapnya.
Lanjut Kades, dari hasil pertemuan dengan perusahaan hari ini, masyarakat masih memberikan peluang terakhir bagi perusahaan untuk menyelesaikan pelunasan sanksi adat pada tanggal 25 Juni 2025.
“Jika tidak ada penyelesaian akhir pada tanggal 25 Juni tersebut, maka kita tutup dan tolak PT BIA di Desa Sibau Hilir,” jelasnya.
Kades mengatakan, selama belasan tahun keberadaan PT BIA di Desa Sibau Hilir ini, pihak perusahaan tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
“Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan PT BIA saja kita tidak pernah terima selama mereka beroperasi disini,” ujarnya.
Di satu sisi kata Kades, masyarakatnya tidak menolak keberadaan PT BIA di desanya karena akan menciptakan lowongan pekerjaan. Namun sampai hari ini belum ada, justru dari perusahaan ini merampok hak masyarakat.
“Maka dari itu kita berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan baik,” harapnya.
Sementara Firdaus Ketua Adat Desa Sibau Hilir menyampaikan bahwa dirinya dan pengurus adat lainnya merasa dilecehkan selama ini oleh PT BIA.
“Misalnya terhadap penyelesaian sanksi adat yang harus diselesaikan hari ini, dari perusahaan terus mengulur waktu. Makanya didalam prosedur hukum adat itu, apabila nanti pada waktu yang sudah ditentukan itu dilanggar, maka apa pun yang ada di perusahaan itu harus disita menjadi hak milik masyarakat,” ujarnya.
Namun karena ini sudah dimusyawarahkan kata Firdaus, maka pihaknya memberikan jalan terbaik bagaimana menyelesaikan persoalan ini.
“Makanya saya kecewa hari ini terhadap tidak adanya keputusan yang jelas dari perusahaan. Karena juga kita tidak mau terjadi hal serupa seperti pengalaman sebelumnya dengan perusahaan,” jelasnya.
Firdaus pun menekankan, bahwa sanksi adat yang diberikan kepada perusahaan sebesar Rp2 miliar sebenarnya sangat kecil, tidak sebanding dengan ekosistem hutan adat yang dirusak oleh perusahaan.
“Apalagi selama ini, PT BIA beroperasi di Desa Sibau Hilir tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, apalagi untuk menyalurkan CSR nya kepada masyarakat, tidak pernah ada,” jelasnya.
Lanjut Firdaus, jika nanti pada 25 Juni 2025, dari perusahaan tetap tidak bisa memenuhi tuntutan sanksi adat ini, maka sanksi adat ini akan terus berlaku. “Keberadaan perusahaan kebun sawit ini bukannya menguntungkan masyarakat, justru merugikan masyarakat. Contohnya PT BIA ini yang mengambil hutan adat,” ucapnya.
Sementara Antonius Dolek Temenggung Taman Benua Sio menyampaikan, dirinya juga kecewa terhadap tuntutan masyarakat adat yang belum bisa dipenuhi PT BIA.
“Padahal sebelumnya dari PT BIA dan masyarakat sudah ada kesepakatan untuk menyelesaikan pelunasan sanksi adat ini,” ucapnya.
Makanya kata Dolek, belum dipenuhinya tuntutan masyarakat ini oleh PT BIA, maka masyarakat adat memilih untuk menutup sementara akses jalan perusahaan.
“Jika nantinya pihak perusahaan sudah melunasi pembayaran sanksi adat, tentunya akses jalan perusahaan dibuka kembali,” ujarnya.
Dolek menegaskan, dengan ditutupnya akses jalan perusahaan ini, maka pihak perusahaan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas kegiatan apa pun terutama dilahan yang masih bersengketa.
“Apabila siapapun yang berani melakukan pembukaan akses jalan yang sudah ditutup ini akan dikenakan sanksi adat,” tegasnya.
Dolek menjelaskan, masyarakat sebenarnya sudah memberikan kesempatan berkali-kali bagi perusahaan untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Makanya kita berharap nanti pada tanggal 25 Juni 2025, dari pihak perusahaan dapat menyelesaikan pelunasan sanksi adat itu. Tapi jika nanti tidak ada penyelesaiannya makanya penutupan akses jalan ini terus berlanjut dan kita tolak keberadaan PT BIA di Sibau Hilir,” jelasnya.
Sementara Perwakilan Pimpinan PT BIA Wilayah Kalbar saat dihubungi media ini enggan memberikan tanggapannya. (Opik)